RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Pemodal asing menggeber belanja besar-besaran di pasar keuangan RI
sepekan terakhir terungkit sentimen arah bunga Federal Reserve yang
mengerek pamor aset-aset emerging market, termasuk Indonesia.
Minat yang besar itu berhasil membawa penguatan rupiah selama Agustus
menjadi yang terbaik di Asia sejauh ini. Rupiah membukukan penguatan
3,47% month-to-date, tertinggi dibanding ringgit 2,89% dan peso Filipina 2,06% juga baht Thailand 1,71%.
Mengacu data otoritas yang dikompilasi oleh Divisi Riset Bloomberg Technoz,
pemodal asing telah membukukan posisi beli bersih di pasar Surat
Berharga Negara (SBN) selama lima hari perdagangan berturut-turut sejak
pekan lalu. Bila menghitung tiga hari pekan ini saja, asing sudah
memborong obligasi negara senilai Rp6,06 triliun.
Sementara di bursa saham, asing bahkan mencetak reli pembelian selama
tujuh hari beruntun sejak 7 Agustus lalu. Empat hari perdagangan pekan
ini saja, asing membukukan pembelian saham (net buy) di bursa domestik sebesar Rp2,18 triliun.
Momentum beli asing yang menguat di pasar domestik tidak bisa
dilepaskan dari perkembangan pasar global. Berbagai data ekonomi yang
diumumkan dari Amerika Serikat (AS) menguatkan keyakinan pasar bahwa
bank sentral negeri itu, The Fed, akan segera memangkas bunga acuan pada
gelar pertemuan terbuka FOMC bulan depan.
Tingkat pengangguran di AS yang semakin tinggi bahkan sempat memicu kekhawatiran hardlanding
perekonomian alias resesi, disusul oleh tingkat inflasi harga baik
konsumen maupun produsen yang makin rendah, menguatkan ekspektasi
penurunan bunga The Fed dalam waktu dekat. Namun, pasar yang semula
meyakini pemangkasan pertama akan sebesar 50 bps, menurunkan prediksi
menjadi 25 bps menyusul data penjualan ritel yang diumumkan selama
menunjukkan daya beli di negeri paman sam masih kuat.
Keyakinan pasar yang menguat terhadap peluang penurunan bunga The Fed
memberi keuntungan pada aset-aset emerging market, termasuk Indonesia.
Bunga The Fed yang lebih rendah akan membuat pamor dolar AS susut. Imbal
hasil investasi di AS akan turun dan membuat aset-aset di emerging
market yang memberikan yield lebih menarik kebanjiran minat.
Ini yang terjadi di pasar keuangan RI saat ini. Meski selisih imbal
hasil investasi Indonesia dengan AS masih bertahan di kisaran 278 bps,
setelah sempat melebar hingga 300 bps, nyatanya asing terus melanjutkan
aksi beli di pasar surat utang.
Kemarin, pada perdagangan sore, hampir semua SBN berbagai tenor
mencatat reli harga, terindikasi dari penurunan imbal hasil alias yield. Yield 2Y
turun 3,5 bps ke 6,449%. Sedang imbal hasil tenor 5Y turun 3,4 bps ke
level 6,551%. SBN tenor 10Y tercatat turun 2,8 bps ke 6,716%, dan tenor
15Y serta 20Y masing-masing turun yield-nya 4,8 bps dan 2,4 bps menjadi 6,758% dan 6,866%. Penurunan yield terbesar dicatat oleh SBN-4Y yang turun hingga 11,1 bps menjadi 6,433%.
Arus masuk modal asing yang meningkat di pasar obligasi dan saham
domestik, akhirnya juga membuat Bank Indonesia mengurangi penjualan
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
BI yang semula menggelar lelang SRBI dua kali dalam sepekan, mulai
bulan ini mengurangi jadi satu kali saja setiap Jumat dengan tren bunga
yang terus menurun.
Tanda Tanya Fiskal
Namun, momentum beli asing di pasar keuangan domestik masih akan
dibayangi oleh kekhawatiran terhadap prospek fiskal RI ke depan,
terutama di bawah pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto yang
dijadwalkan akan dilantik Oktober nanti.
Pernyataan Prabowo yang memastikan akan melanjutkan pembangunan Ibu
Kota Nusantara (IKN) awal pekan ini, menambah daftar panjang berbagai
sinyalemen yang dapat berdampak pada prospek fiskal Indonesia ke depan.
Sesuatu yang sangat dicermati oleh pelaku pasar.
Pilihan melanjutkan proyek IKN bersama-sama dengan program ikonik
berbiaya besar yang dikampanyekan selama masa Pilpres, seperti program
Makan Bergizi Gratis, di tengah ruang fiskal yang menyempit, akan
membuat para investor meningkatkan kewaspadaan terkait peningkatan
risiko fiskal Indonesia ke depan.
Defisit fiskal diprediksi akan mendekati batas atas yang
diperbolehkan Undang-Undang saat ini, yaitu di 3%. Sejauh ini pemerintah
mengusulkan defisit APBN 2025 di level 2,3%-2,8%.
Para investor ingin mengetahui bagaimana anggaran pemerintah ke depan
bisa memastikan keberlanjutan kebijakan Jokowi sekaligus mengakomodasi
program unggulan Prabowo. "Kami tidak berpikir pemerintahan Prabowo akan
membuat kegaduhan terutama ketika pasar masih gelisah dan khawatiran
tentang disiplin fiskal," komentar Brian Lee, ekonom Maybank Securities
seperti dilansir Bloomberg News.
Presiden Joko Widodo akan menyampaikan pidato kenegaraan terakhir di
10 tahun kekuasaannya di Gedung DPR RI pagi ini dilanjutkan pembacaan
Nota Keuangan APBN 2025 pada Jumat sore ini yang sangat ditunggu oleh
para investor.
Perhitungan Bloomberg Economics memperlihatkan, bila Prabowo
mempertahankan defisit anggaran sebesar 3% dari PDB, maka akan menjaga
utang stabil di kisaran 40% PDB. Itu dengan mengasumsikan suku bunga di
depan sejalan dengan kurva pasar dan tidak ada guncangan terhadap mata
uang atau pertumbuhan Indonesia.
Sedangkan skenario dengan defisit fiskal sebesar 4% dari PDB atau
lebih tinggi, menunjukkan utang terus meningkat setidaknya hingga tahun
2050, bukannya bergerak datar. Menaikkan rasio utang jadi 50% dari PDB
pada akhir masa jabatan lima tahun Prabowo akan membutuhkan defisit
anggaran lebih dari 5% dari PDB, menurut estimasi ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA
Sumber : bloomberg