Kamis, 08 Oktober 2020

Rifan Financindo - Ada Wacana Stimulus Rp 51.000 T dari The Fed


RIFAN FINANCINDO BANDUNG Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) merilis notula rapat kebijakan moneter periode September 2020 pada Kamis (8/10/2020) dini hari tadi. Notula tersebut menunjukkan bagaimana para anggota komite pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) berbeda pendapat mengenai strategi kebijakan moneter bahkan proyeksi perekonomian ke depannya.

Dalam rapat yang digelar pada pertengahan September lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan 0,25%, dan akan dipertahankan hingga akhir 2023. Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga mempertahankan nilai pembelian aset (quantitive easing/QE) tetap sebesar US$ 120 miliar per bulan.

Tetapi untuk diketahui, The Fed sebelumnya mengatakan akan menggelontorkan QE seberapa pun diperlukan guna memacu perekonomian AS yang nyungsep akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Beberapa indikator ekonomi AS sebenarnya menunjukkan pemulihan, tetapi menurut The Fed ketidakpastian masih tinggi, sehingga laju pemulihan pun masih perlu dukungan dari stimulus. 

The Fed memiliki mandat mencapai target inflasi 2% dan penciptaan lapangan kerja maksimal (maximum employment). Inflasi berdasarkan belanja personal (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang menjadi acuan The Fed pada bulan Agustus sudah berada di level 1,4% year-on-year (YoY). Tetapi inflasi tersebut belum pernah mencapai level 2% sejak Desember 2018, artinya sebelum pandemi virus corona melanda, inflasi memang sudah menjadi masalah bagi perekonomian AS. 

The Fed ini sudah mengubah targetnya dengan menetapkan rata-rata inflasi 2%, sehingga akan membiarkan inflasi lebih tinggi dari 2% selama beberapa waktu sebelum menaikkan suku bunga. Hal itu dilakukan karena di tahun ini inflasi sempat merosot hingga 0,5% YoY, terendah sejak akhir 2015. 

Kemudian dari pasar tenaga kerja, tingkat pengangguran sudah terus menunjukkan penurunan, di bulan September tercatat sebesar 7,9%, turun jauh dari rekor 14,7% di bulan April lalu. Meski demikian, sekali lagi ketidakpastian masih tinggi, sehingga perekonomian AS masih perlu bantuan stimulus.  

Dalam notula yang dirilis dini hari tadi, beberapa anggota FOMC mulai membuka diskusi mengenai kemungkinan penambahan nilai QE per bulan, tetapi para anggota lainnya mengatakan diskusi tersebut lebih baik dilakukan pada "rapat kebijakan moneter berikutnya".

Artinya, The Fed masih punya "senjata" guna memacu perekonomian AS, yakni dengan penambahan nilai QE.

Sejak pandemi Covid-19 melanda, The Fed sudah menggelontorkan QE sekitar US$ 3 triliun, yang terlihat dari neraca yang dimilikinya. Neraca menunjukkan jumlah aset (obligasi pemerintah, swasta, dan surat berharga lainnya) yang dimiliki The Fed, semakin tinggi artinya The Fed menggelontorkan QE semakin besar.

Berdasarkan data dari Federal Reserve, per 30 September lalu, neraca The Fed mencapai US$ 7,056 triliun, naik tajam ketimbang posisi sebelum dihantam Covid-19 bulan Maret lalu di kisaran US$ 4,1 triliun.

Ekonom The Fed, Michael Kiley, yang juga merupakan Deputi Direktur Stabilitas Finansial, memberikan hasil risetnya yang menunjukkan The Fed bisa mempercepat laju pemulihan ekonomi AS dari resesi jika QE ditambah sebesar US$ 3,5 triliun atau Rp 51.450 triliun (kurs Rp 14.700/US$).

"Melihat terpukulnya perekonomian di awal tahun ini, program pembelian aset setara dengan 30% dari produk domestik bruto, atau sekitar US$ 6,5 triliun, dibutuhkan guna memulihkan perekonomian," tulis Kiley dalam risetnya yang juga tercantum di notula rapat kebijakan moneter The Fed.

Namun, masih belum jelas kapan penambahan QE tersebut akan dibahas, mengingat The Fed menuliskan "dalam rapat kebijakan moneter berikutnya", tetapi jika stimulus fiskal di AS yang terus mandek, ada peluang The Fed akan segera menggelontorkan stimulus tambahan.

Pembahasan stimulus fiskal memang maju mundur antara Pemerintah AS dan House of Representative (DPR) yang dikuasi oleh Partai Demokrat. Padahal, Powell sebelumnya sudah berulang kali menyatakan pentingnya stimulus fiskal guna memulihkan perekonomian AS - RIFAN FINANCINDO

Sumber : cnbcindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar