Kamis, 25 Juli 2024

Rifan Financindo - Fenomena Aneh, Amerika Lesu, Harga Emas Ikutan Layu


RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas ditutup melemah pada perdagangan Rabu kemarin, meski dolar Amerika Serikat (AS) juga terpantau melandai, dengan fokus investor beralih ke data ekonomi AS yang akan dirilis akhir pekan ini untuk mendapatkan lebih banyak sinyal mengenai waktu penurunan suku bunga bank sentral AS.

Merujuk data Refinitiv pada perdagangan kemarin, harga emas global ditutup melemah 0,48% di posisi US$ 2.397,59 per troy ons. Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan 0,48% pada Selasa sebelumnya.

Namun pada perdagangan Kamis pagi hari ini pukul 06:00 WIB, harga emas dunia cenderung naik tipis 0,01% ke US$ 2.397,79 per troy ons.

Harga emas melandai meski indeks dolar AS (DXY) cenderung melandai kemarin, indeks dolar AS turun tipis 0,06% ke angka 104,39. Pelemahan dolar AS seharusnya menguntungkan emas karena konversi pembelian yang lebih murah akan meningkatkan permintaan.

Meski kembali melandai, tetapi harga emas masih cukup tinggi hingga kemarin.

"Indeks dolar AS yang lebih lemah, harga indeks saham AS yang lebih rendah, dan harga minyak mentah yang lebih tinggi, mendukung minat beli emas dan perak," kata Jim Wyckoff, analis pasar senior di Kitco Metals.

Melemahnya dolar AS seharusnya membuat emas batangan lebih menarik bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya. Namun kali ini, tampaknya investor masih merealisasikan keuntungannya di emas.

Di lain sisi, turunnya harga emas kemarin sejalan dengan pergerakan indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi ambruk parah karena kekecewaan investor akan hasil kinerja Alphabet (Google) dan Tesla.

Investor saat ini menantikan data awal dari produk domestik bruto (PDB) untuk kuartal II-2024 yang dirilis Kamis hari ini dan data inflasi pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS periode Juni 2024 pada Jumat besok, untuk mendapatkan petunjuk mengenai jalur penurunan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Menurut FactSet, PDB diperkirakan akan meningkat sebesar 1,9%. Jika laporan sesuai dengan prediksi, ini akan menandai peningkatan dari kenaikan 1,4% selama kuartal pertama.

Namun, ini akan menjadi perlambatan yang cukup mencolok dibandingkan dengan paruh kedua tahun 2023, di mana PDB naik 4,9% pada kuartal ketiga dan 3,4% pada kuartal keempat.

Jika PDB AS mengalami peningkatan, maka tendensi untuk terjadinya pemangkasan suku bunga The Fed di September akan semakin kecil.

Sementara inflasi PCE AS masih diperkirakan melandai Namun masih belum menyentuh level 2% sesuai target The Fed.

"Hal utama yang membantu emas saat ini adalah ekspektasi pasar bahwa The Fed mungkin benar-benar memutuskan untuk melakukan pemotongan lebih awal dari September," kata Chris Gaffney, presiden pasar dunia di EverBank, dikutip dari Reuters.

"Selain itu, pemotongan pajak impor emas dan perak oleh India juga membantu karena hal itu akan meningkatkan permintaan," tambah Gaffney.

India memotong bea masuk emas dan perak menjadi 6%, dari sebelumnya sebesar 15%.

Meski begitu, pasar masih optimis bahwa pemangkasan suku bunga The Fed masih dapat dimulai pada pertemuan September mendatang.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar memperkirakan The Fed akan memulai memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan September mendatang mencapai 93,3%.

Namun, dengan suku bunga yang lebih rendah dapat mengurangi opportunity cost memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil - RIFAN FINANCINDO

Sumber : cnbcindonesia

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar