RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS, rupiah masih turun 1,07% atau berkurang 170 poin di 16.070,0 per dolar
AS.
Posisi ini merupakan yang terlemah dalam 22 tahun terakhir. Hal itu juga merupakan rekor terburuk sejak krisis moneter
1998 lalu, aksi jual sebenarnya tidak hanya terjadi di pasar keuangan
RI tetapi juga secara global. Namun
Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap lebih
berisiko oleh para investor sehingga aksi jual terjadi lebih parah.
Secara year-to-date (YTD) terjadi capital outflow di pasar
saham sebesar Rp 9,66 triliun dari data RTI sebut laporan itu. Sementara
di pasar obligasi lebih parah lagi, sejak akhir Desember 2019 hingga 17
Maret terjadi outflow sebesar Rp 78,76 triliun, berdasarkan data dari
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risko (DJPPR) Kementerian
Keuangan.
Pergerakan rupiah ungkap laporan memang sangat rentan oleh
keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa.
Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current
account), belum bisa diandalkan. Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI
sudah mengalami defisit. Praktis pasokan valas hanya dari hot money,
yang mudah masuk-keluar.
Pelemahan rupiah ini di tengah penguatan mayoritas mata
uang Asia. Sementara mayoritas mata uang Asia bergerak menguat hingga
pukul 10.45 WIB berdasarkan datan investing.com Jumat. Yen Jepang naik 0,61%, dolar Hong Kong 0,02%, dolar Singapura 0,06%, dolar Taiwan 0,34%, won Korea Selatan
2,36%, peso Filipina 0,31%, rupee India 0,16%, yuan Tiongkok 0,32%, ringgit Malaysia 0,24%, dan baht Thailand 0,21%, dalam rapat terbatas yang digelar melalui video conference, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat
menyampaikan pesan khusus kepada Bank
Indonesia (BI), sebagai garda terdepan penjaga stabilitas rupiah. "Saya
minta BI fokus jaga stabilitas rupiah dan mempercepat berlakunya
ketentuan penggunaan rekening rupiah di dalam negeri - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar